Sabtu, 24 Oktober 2009

Kekejaman Tentara Jepang

Kekejaman Tentara Jepang di Indonesia

Tentara Jepang hanya 3, 5 tahun saja menjajah Indonesia, namun kekejamannya seakan melebihi Belanda. Bukan hanya kerugian di bidang materil, namun juga dari sisi mentalitas dan kehormatan. Sebuah catatan sejarah gelap suatu bangsa yang melakukan penjajahan dengan sempurna.

Saat kami berada di Jepang selama 7 hari, di balik kekaguman kami terhadap kemajuan secara materil terhadap negara ini, terbayang pula sejarah kelam antara Jepang dengan Indonesia.

Salah satunya adalah catatan kelam tentang para wanita yang dijadikan pemuas kebutuhan binatang tentara Jepang di masa penjajahan. Mereka kini sudah jadi nenek-nenek, tapi kekejaman tentara Jepang yanrg sedang gila di masa itu, masih terbayang dengan jelas, belum terkubur.



Penjajahan Jepang

Salah satu analisa kenapa Jepang bersemangat untuk menguasai benua Asia adalah karena kebutuhan atas sumber enegi minyak bumi. Hal itu semakin memuncak saat geliat industri di Jepang mulai naik, sementara negara-negara Barat yang diwakili oleh Amerika mengembargo minyak ke Jepang.

Maka mulailah Jepang melancarkan serangan ke Asia. Padahal awalnya Jepang berkampanye menjadi pelindung Asia. Ada selogan di masa itu bahwa Jepang Cahaya Asia, Jepang Pemimpian Asia dan Jepang Pelindung Asia.

Tetapi yang terjadi kemudian justru Jepang menjadi musuh sekaligus penjajah Asia. Termasuk menjadi malaikat pembunuh buat bangsa Indonesia. Kedatangan Jepang menandai sejarah hitam bangsa Indonesia sepanjang tiga setengah tahun.

Di level dunia, meski awalnya pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus. Apalagi bila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara.



Armada Kekuatan Yang Dahsyat

Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang nekad, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar.

Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang dikerahkan. Sejarah mencatat bahwa armada itu mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur.

Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii.

Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa.

Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.



Tentara Jepang Masuk Indonesia

Hanya di awal pendudukan, Jepang bersikap baik kepada bangsa Indonesia. Sebab kedatangan Jepang ternyata bisa mengusir Belanda yang sudah 14 keturunan menguasai kepulauan nusantara.

Tapi lama kelamaan ketahuan juga belangnya. Jepang kemudian berubah menjadi sangat kejam. Makanan, pakaian, barang, dan obat-obatan menghilang dari pasaran. Karena sulit pakaian, banyak rakyat memakai celana terbuat dari karung goni. Hanya orang kaya saja yang punya baju yang terbuat dari kain. Itu pun kain seadanya, jauh dari layak.

Pokoknya kekejaman penjajahan Belanda selama 350 tahun seakan terhapus oleh kekejaman Jepang. Bukan terhapus karena hilang, tapi terhapus karena mendapatkan penjajahan yang lebih berat.

Para orang tua yang kini sudah kakek-kakek menceritakan bahwa rakyat sulit mendapat obat-obatan. Rumah-rumah sakit langka. Mereka yang menderita koreng dan jumlahnya banyak sekali, sulit mendapatkan salep. Alwi Sahab dalam tulisannya sampai menuliskan bahwa terpaksa uang gobengan digecek dan ditemplok ke tempat yang sakit sebagai ganti perban.

Jangan tanya masalah sekolah, karena tidak ada buku dan tidak ada kertas. Bahkan buku tulis terbuat dari kertas merang. Pencilnya menggunakan arang, hingga sulit sekali menulis.

Saking laparnya, tempat sampah menjadi tempat paling favorit bahkan orang berebut makanan sisa buangan makan orang Jepang. Kalau bukan rebutan makanan di tempat sampah, penjajah Jepang memrintahkan rakyat makan bekicot.

Radio yang hanya dimiliki beberapa gelintir orang disegel. Hanya siaran pemerintah Dai Nippon yang boleh didengarkan. Kalau sampai ketahuan rakyat mendengarkan siaran luar negeri pasti akan dihukuman berat. Orang akan bergidik bila mendengar Kempetai atau polisi militer Jepang.

Pada malam hari seringkali terdengar sirene kuso keho sebagai pertanda bahaya serangan udara dari tentara sekutu. Rakyatpun setelah memadamkan lampu cepat-cepat pergi ke tempat perlindungan. Di halaman rumah-rumah kala itu digali lobang untuk empat atau lima orang bila terdengar sirene bahaya udara.

Ratusan ribu tenaga kerja paksa atau disebut romusha dikerahkan dari pulau Jawa ke luar Jawa, bahkan ke luar wilayah Indonesia. Mereka diperlakukan tidak manusiawi sehingga banyak yang menolak jadi romusha.

Dan Jepang pun menggunakan cara paksa. Setiap kepala daerah harus menginventarisasikan jumlah penduduk usia kerja, setelah mereka dipaksa jadi romusha. Ribuan romusha dikerahkan ke medan pertempuran Jepang di Irian, Sulawesi, Maluku, Malaysia, Thailand, Burma dan beberapa negara lainnya.

Banyak kisah-kisah sedih yang mereka alami di hutan belukar, hidup dalam serba kekurangan dan di tengah ancaman bayonet. Sampai kini masih banyak eks romusha korban PD II mengajukan klaim agar Jepang membayar konpensasi gaji mereka yang tidak dibayar selama jadi romusha.



Perempuan Pemenuh Kebutuhan Seks Tentara Jepang

Dosa tentara Jepang tidak hanya terbatas pada kelangkaan makanan, standar kesehatan yang nol, kerja paksa, tetapi termasuk juga memperbudak para perempuan. Ribuan wanita Indonesia yang ditangkap dan dipaksa menjadi fujingkau atau iugun yanfu alias -- perempuan pemuas seks tentara Jepang.

Intinya, militer Jepang membuat tiga kesalahan besar terhadap bangsa Indonesia:

1. Kerja Paksa

Banyak laki-laki Indonesia diambil dari tengah keluarga mereka dan dikirim hingga ke Burma untuk melakukan pekerjaan pembangunan dan banyak pekerjaan berat lainnya dalam kondisi-kondisi yang sangat buruk. Ribuan orang mati atau hilang.

2. Perampasan Harta Benda

Tentara Jepang dengan paksa mengambil makanan, pakaian dan berbagai pasokan lainnya dari keluarga-keluarga Indonesia, tanpa memberikan ganti rugi. Hal ini menyebabkan kelaparan dan penderitaan semasa perang.

3. Perkosaan dan Perbudakan Perempuan

Perbudakan paksa terhadap perempuan: banyak perempuan Indonesia yang dijadikan "wanita penghibur " bagi tentara-tentara Jepang.



Balasan Kepada Jepang

Lalu timbul sebuah pertanyaan besar. KAlau Jepang telah menjajah negeri kita dan menimbulkan kesengsaraan yang akut, lalu apa yang seharusnya sekarang kita lakukan?

Apakah kita harus marah dan mengamuk menyesali nasib? Ataukah kita harus balas dendam melawan dengan kekerasan? Atau kah ada cara lain yang lebih beradab?

Sebenarnya balasan buat Jepang sudah diberikan Allah SWT. Walau tidak harus lewat tangan kita sendiri. Allah SWT memberikan pelajaran kepada bangsa Jepang lewat tangan yang lain, yaitu lewat dijatuhkannya bom atom di Horishima dan Nagasaki. Dua kota itu lumpuh total dan Jepang pun menyerah tanpa syarat kepada sekutu.

Itu saja sudah menjadi pelajaran berarti buat Jepang. Tentara mereka kembali ke kampuang halaman. Penjajahan mereka terhadap Asia berakhir sudah.

Sekarang Jepang sudah berdamai dengan Indonesia. Kedua negara saling membuka kedutaan di masing-masing ibu kota. Dan Jepang banyak memberikan bantuan kepada negeri kita, baik dalam bentuk pampasan perang, gedung, jalan, dan beragam fasilitas lainnya.

Tapi yang paling berharga dari semua itu adalah kesempatan belajar ke negeri Jepang. Dan mempelajari kemajuan teknologi yang sudah mereka miliki. Ada begitu banyak mahasiswa kita yang belajar ke Jepang. Pada kesempatan berikut, kami akan ceritakan bagaimana pengalaman menimba ilmu di Jepang.

Masa Pendudukan Jepang

Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.

Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.

Latar belakang

Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.

Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.

Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.

Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hndia-Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.

Periode menjelang Kemerdekaan RI


Pada 6 Agustus 1945, 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

7 Agustus - BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.

Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio pada tanggal 10 Agustus 1945, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap.

15 Agustus - Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda.

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Moichiro Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.

Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumbahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.

Tentara Pembela Tanah Air, kelompok muda radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi pertahanan di kediaman Soekarno. Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang pengumuman proklamasi kemerdekaan. Adam Malik juga mengirim pesan singkat pengumuman Proklamasi ke luar negeri.
[sunting] Pasca-Kemerdekaan
Rapat kedua KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir pad atanggal 25-26 November 1945

18 Agustus - PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang memasukkan kata "Islam" di dalam sila Pancasila, dihilangkan dari mukadimah konstitusi yang baru.

Republik Indonesia yang baru lahir ini terdiri 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.

Pada 22 Agustus Jepang mengumumkan mereka menyerah di depan umum di Jakarta. Jepang melucuti senjata mereka dan membubarkan PETA Dan Heiho. Banyak anggota kelompok ini yang belum mendengar tentang kemerdekaan.

23 Agustus - Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh negeri Indonesia. Badan Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari bekas anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA telah diberitahu untuk membubarkan diri.

29 Agustus - Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan pada 18 Agustus, ditetapkan sebagai UUD 45. Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet Presidensial, mulai bertugas pada 31 Agustus.

Era penjajahan hingga era kemerdekaan

Penjajahan Portugis

Rencana utama: Indonesia: Era Portugis

Penjajahan Syarikat Hindia Timur Belanda

Mulai tahun 1602, Belanda memanfaatkan diri dengan perpecahan antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit, dan beransur-ansur menjadi penguasa wilayah yang kini merupakan Indonesia. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis yang tetap dikuasai oleh Portugal sehingga tahun 1975 ketika ia bergabung dengan Indonesia untuk dijadikan salah sebuah provinsi dengan nama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun kecuali dua tempoh yang singkat, yakni ketika sebahagian kecil daripada Indonesia dikuasai oleh Britain selepas Perang Jawa Britain-Belanda, serta semasa penjajahan Jepun pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kuasa penjajah yang terkaya di dunia. Bagi sesetengah orang, penjajahan Belanda selama 350 tahun adalah mitos belaka kerana wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian selepas Belanda mendekati kemuflisan.

Pada abad ke-17 dan abad ke-18, Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh syarikat perdagangan yang bernama Syarikat Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC ). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan kegiatan penjajah di wilayah tersebut oleh Parlimen Belanda pada tahun 1602, dengan ibu pejabatnya di Batavia yang kini dinamai Jakarta.

Tujuan utama Syarikat Hindia Timur Belanda adalah untuk mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempahnya di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan ancaman kekerasan terhadap para penduduk di kepulauan-kepulauan penanaman rempah, dan terhadap orang-orang bukan Belanda yang mencuba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual buah pala kepada pedagang Inggeris, angkatan tentera Belanda membunuh atau mengusir hampir seluruh penduduknya, dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala kemudian dihantar untuk tinggal di pulau-pulau tersebut sebagai ganti.

Syarikat Hindia Timur Belanda menjadi terlibat dalam politik dalaman Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.

Penjajahan Belanda

Selepas Syarikat Hindia Timur Belanda (SHTB) menjadi muflis pada akhir abad ke-18 dan selepas penguasaan United Kingdom yang singkat di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih pemilikan SHTB pada tahun 1816. Belanda berjaya menumpaskan sebuah pemberontakan di Jawa dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Selepas tahun 1830, sistem tanam paksa yang dikenali sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mula diamalkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasaran dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dan sebagainya. Hasil-hasil tanaman itu kemudian dieksport ke luar negara. Sistem ini memberikan kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik orang Belanda mahupun orang Indonesia. Sistem tanam paksa ini yang merupakan monopoli pemerintah dihapuskan pada masa yang lebih bebas selepas tahun 1870.

Pada tahun 1901, pihak Belanda mengamalkan apa yang dipanggil mereka sebagai Politik Beretika (bahasa Belanda: Ethische Politiek) yang termasuk perbelanjaan yang lebih besar untuk mendidik orang-orang pribumi serta sedikit perubahan politik. Di bawah Gabenor Jeneral J.B. van Heutsz, pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang tempoh penjajahan mereka secara langsung di seluruh Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan asas untuk negara Indonesia pada saat ini.

Gerakan nasionalisme

Pada tahun 1908, Budi Utomo, gerakan nasionalis yang pertama, ditubuhkan, diikuti pada tahun 1912 oleh gerakan nasionalis besar-besaran yang pertama, Sarekat Islam. Belanda membalas dengan langkah-langkah yang menindas selepas Perang Dunia I. Para pemimpin nasionalis berasal daripada sekumpulan kecil yang terdiri daripada para profesional muda dan pelajar, dengan sebilangan mereka itu dididik di Belanda. Banyak daripada mereka yang dipenjarakan kerana kegiatan politik mereka, termasuk juga Sukarno, presiden Indonesia yang pertama.

Perang Dunia II

Pada awal Perang Dunia II dalam bulan Mei 1940, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman, dan Hindia-Belanda mengumumkan keadaan berjaga-jaga dan persediaan. Pada bulan Julai, Hindia-Belanda mengalihkan eksport untuk Jepun ke Amerika Syarikat dan Britain. Perundingan-perundingan dengan Jepun tentang pembekalan bahan api kapal terbang gagal pada bulan Jun 1941, dan Jepun memulakan penaklukan Asia Tenggara pada bulan Disember tahun tersebut. Pada bulan yang sama, sebuah puak daripada Sumatera menerima bantuan Jepun untuk memulakan pemberontakan terhadap pemerintahan Belanda. Angkatan tentera Belanda yang terakhir dikalahkan oleh Jepun pada bulan Mac 1942.

Pendudukan Jepun

Pada bulan Julai 1942, Sukarno menerima tawaran Jepun untuk mengadakan kempen awam supaya membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawapan kepada keperluan-keperluan tentera Jepun. Sukarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagus Hadikusumo dikurniakan pingat oleh maharaja Jepun pada tahun 1943. Tetapi pengalaman Indonesia daripada penguasaan Jepun amat berbeza-beza, bergantung kepada tempat duduk seseorang serta status sosialnya. Bagi mereka yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami seksaan, penganiayaan seks kanak-kanak, penahanan sembarangan dan hukuman mati, serta kejahatan-kejahatan perang yang lain. Orang Belanda dan orang kacukan Indonesia-Belanda merupakan sasaran yang utama untuk kezaliman pada zaman penguasaan Jepun di Indonesia.

Pada bulan Mac 1945, Jepun membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Dalam mesyuarat pertamanya pada bulan Mei, Soepomo mencadangkan persepaduan negara dan membantah individualisme; sementara itu, Muhammad Yamin mengusulkan bahawa negara baru tersebut juga sekaligus menuntut Sarawak, Sabah, Tanah Melayu, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.

Pada 9 Ogos 1945, Sukarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat terbang ke Vietnam untuk bertemu dengan Marsyal Terauchi. Akan tetapi mereka diberitahu bahawa angkatan tentera Jepun sedang menuju ke arah kehancuran. Walaupun demikian, Jepun beringinkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Ogos.

Era Kemerdekaan

Mendengar khabar bahawa Jepun tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti di atas, Sukarno membaca "Perisytiharan Kemerdekaan Republik Indonesia" pada hari berikutnya, iaitu 17 Ogos 1945. Berita tentang perisytiharaan kemerdekaan disebarkan melalui radio dan risalah, sementara angkatan tentera Indonesia, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), serta para pemuda dan lain-lainnya berangkat untuk mempertahankan kediaman Sukarno.

Pada 29 Ogos 1945, kumpulan tersebut melantik Sukarno sebagai Presiden Indonesia, dengan Mohammad Hatta sebagai timbalannya, melalui perlembagaan yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Jawatankuasa Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlimen sementara sehingga pilihan raya umum dapat dijalankan. Kumpulan tersebut mengisytiharkan pemerintahan baru pada 31 Ogos, dengan Republik Indonesia terdiri daripada 8 buah provinsi, iaitu:

* Sumatera
* Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak, dan Brunei)
* Pulau Jawa, iaitu Jawa Barat Jawa Tengah, dan Jawa Timur
* Sulawesi
* Maluku (termasuk Irian Barat/Papua)
* Nusa Tenggara.


Perang kemerdekaan Era 1945-1949

Teks Proklamasi

Antara tahun 1945 hingga tahun 1949, persatuan laut Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan Indonesia melarang segala pelayaran Belanda pada sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai sebarang dukungan logistik mahupun bekalan yang diperlukan untuk memulihkan kekuasaan penjajahannya di Indonesia.

Usaha-usaha Belanda untuk kembali berkuasa menghadapi pertentangan yang hebat. Selepas kembali ke Jawa, angkatan tentera Belanda segera merebut kembali ibu kota Batavia, dengan akibat bahawa para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibu negara mereka. Pada 27 Disember 1949, setelah empat tahun peperangan dan perundingan, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Persekutuan Indonesia. Pada tahun 1950, Indonesia menjadi ahli ke-60 Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu.

Lihat juga Revolusi Nasional, 1945-50 untuk keterangan yang lebih lanjut (dalam bahasa Inggeris).

Demokrasi berparlimen

Tidak lama setelah itu, Indonesia meluluskan undang-undang baru yang mencipta sebuah sistem demokrasi berparlimen yang dewan eksekutifnya dipilih oleh parlimen atau MPR dan bertanggungjawab kepadanya. MPR pada mula-mulanya terdiri daripada parti-parti politik sebelum dan selepas pilihan raya umum yang pertama pada tahun 1955 sehingga kerajaan campuran yang stabil tercapai.

Peranan Islam di Indonesia menjadi perkara yang rumit, dengan Sukarno cenderung memilih sebuah sistem pemerintahan sekular yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih mengingini negara Islam atau undang-undang yang terdiri sebahagiannya daripada syariat Islam.
[sunting] Demokrasi Terpimpin

Era Demokrasi Terpimpin

Pemberontakan di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau yang lain yang dimulakan sejak tahun 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan sebuah perlembagaan yang baru, melemahkan sistem parlimen Indonesia. Akibatnya pada tahun 1959, ketika Presiden Sukarno pada dirinya sendiri mengembalikan perlembagaan 1945 yang bersifat sementara dan yang memberikan kuasa presiden yang besar kepadanya, beliau tidak menghadapi sebarang pertentangan.

Antara tahun 1959 hingga tahun 1965, Presiden Sukarno memerintah melalui sebuah rejim yang autoritarian di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Beliau juga mengejar dasar luar negeri yang berkecuali, suatu langkah yang disokong oleh para pemimpin yang utama di negara-negara bekas jajahan yang juga menolak perikatan yang rasmi dengan Blok Barat mahupun Blok Kesatuan Soviet. Para pemimpin tersebut mengadakan Persidangan Kemuncak Asia-Afrika di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 untuk mendirikan asas yang kelak menjadi Pergerakan Negara-Negara Berkecuali (NAM).

Pada akhir dekad 1950-an dan awal dekad 1960-an, Sukarno bergerak lebih rapat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Parti Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meskipun PKI merupakan parti komunis yang terbesar di dunia di luar Kesatuan Soviet dan China, orang ramai tidak menunjukkan sokongan kepada ideologi komunis seperti di negara-negara lainnya.
[sunting] Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Sukarno menentang pembentukan Persekutuan Malaysia kerana mengikut beliau, ini merupakan sebuah "rancangan neo-kolonialisme" yang bertujuan untuk melanjutkan idaman perdagangan pihak Inggeris di wilayah tersebut. Perkara ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara Indonesia dengan Malaysia dan United Kingdom.
[sunting] Irian Barat

Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaannya terhadap bahagian barat pulau Nugini (Irian), dan mengizinkan langkah-langkah yang menuju ke arah pemerintahan sendiri serta pengisytiharan kemerdekaan pada 1 Disember 1961.

Perundingan-perundingan dengan Belanda terhadap penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dengan pasukan-pasukan askar payung terjun Indonesia mendarat di Irian pada 18 Disember sebelum kemudian terjadi pertempuran antara angkatan-angkatan tentera Indonesia dan Belanda pada tahun 1961 sehingga tahun 1962. Pada tahun 1962, Amerika Syarikat menekan Belanda agar bersetuju dengan perbincangan-perbincangan rahsia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Ogos 1962, dengan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.
[sunting] Gerakan 30 September

Gerakan 30 September

Sehingga tahun 1965, PKI telah menguasai banyak pertubuhan besar-besaran yang dibentuk oleh Sukarno untuk memperkuat dukungan terhadap rejimnya. Dengan persetujuan daripada Sukarno, pertubuhan-pertubuhan tersebut memulakan kempen untuk membentuk "Angkatan Kelima", dengan para pendukungnya dipersenjatai. Pihak tertinggi dalam angkatan tentera Indonesia menentang perkara ini.

Pada 30 September 1965, enam orang jeneral kanan dan beberapa orang yang lain dibunuh dalam sebuah percubaan rampasan kuasa yang disalahkan kepada para pengawal istana yang taat setia kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mejar Jeneral Suharto, menumpaskan kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Suharto kemudian mempergunakan keadaan ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih daripada puluhan ribu orang yang dituduh sebagai komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban pada tahun 1966 mencapai setidaknya 500,000, dengan pengorbanan yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
[sunting] Era Orde Baru

Era Orde Baru

Pada tahun 1968, MPR secara rasmi melantik Suharto untuk tempoh lima tahun sebagai presiden Indonesia. Beliau kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.

Presiden Suharto memulakan "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatik mengubah dasar-dasar luar negeri dan dalam negeri daripada jalan yang diikuti oleh Sukarno pada akhir kepresidenannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan membubarkan struktur pentadbiran yang dikuasai oleh tentera atas nasihat daripada ahli-ahli ekonomi didikan Barat. Selama tempoh pemerintahannya, dasar-dasar ini dan eksploitasi sumber alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang pesat namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan amat dikurangkan pada dekad-dekad 1970-an dan 1980-an. Bagaimanapun, beliau juga memperkaya diri, keluarga, dan rakan-rakan rapatnya melalui amalan rasuah yang menular.
[sunting] Irian Jaya

Setelah menolak pengawasan daripada Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu (PBB), pemerintah Indonesia menjalankan "Tindakan Pilihan Bebas " (Act of Free Choice ) di Irian Jaya pada tahun 1969 yang memilih 1,025 orang ketua daerah Irian untuk dilatih dalam bahasa Indonesia. Mereka akhirnya memilih untuk bergabung dengan Indonesia secara sepersetujuan. Sebuah ketetapan Perhimpunan Agung PBB kemudian mengesahkan perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan aktiviti-aktiviti gerila berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya selepas perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam suasana yang lebih terbuka selepas tahun 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang beringinkan kemerdekaan daripada Indonesia telah muncul.
[sunting] Timor Timur

Penjajahan Indonesia di Timor Timur

Sejak dari tahun 1596 sehingga tahun 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenali sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor. Akibat Revolusi Anyelir di Portugal, penjabat Portugal secara mendadak berundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pilihan raya tempatan pada tahun tersebut, Parti Fretilin, sebuah parti yang dipimpin sebahagiannya oleh orang-orang yang menyokong faham Marxisme, bersama-sama UDT, menjadi parti-parti yang terbesar, selepas sebelumnya membentuk perikatan untuk berkempen agar memperolehi kemerdekaan daripada Portugal.

Pada 7 Disember 1975, angkatan tentera Indonesia masuk ke Timor Timur. Indonesia yang mempunyai dukungan kebendaan dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan oleh Amerika Syarikat dan Australia, berharap bahawa dengan memiliki Timor Timur, mereka akan memperoleh tambahan sumber minyak dan gas asli serta lokasi yang strategik.

Pada peringkat awal, angkatan tentera Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200,000 orang penduduk Timor Timur melalui pembunuhan langsung, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi semasa Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.

Pada 30 Ogos 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pungutan suara yang dijalankan oleh Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 75% memilih untuk merdeka. Setelah keputusan pungutan suara diumumkan, angkatan tentera Indonesia dengan segeranya melanjutkan pemusnahan di Timor Timur, umpamanya pemusnahan infrastruktur di daerah tersebut.

Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekri 1976 yang menggabungkan Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia, dan Pentadbiran Peralihan PBB (UNTAET) mengambil alih tanggungjawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002.
[sunting] Krisis ekonomi
Suharto mengumumkan peletakan jawatannya didampingi B.J. Habibie.

Pada pertengahan tahun 1997, Indonesia dilanda oleh krisis kewangan dan ekonomi Asia (sila lihat: Krisis Kewangan Asia), disertai kemarau yang terburuk dalam tempoh 50 tahun terakhir dan harga-harga minyak, gas asli dan komoditi-komoditi eksport yang lain yang semakin jatuh. Nilai rupiah jatuh, inflasi meningkat dengan ketara, dan perpindahan modal dipercepat. Tunjuk-tunjuk perasaan yang awal yang dipimpin oleh para mahasiswa mendesak peletakan jawatan Suharto. Di tengah-tengah pengacuman yang meluas, Suharto meletakkan jawatan sebagai presiden Indonesia pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk penggal ketujuh. Suharto kemudian memilih timbalannya, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
[sunting] Era Reformasi

Era Reformasi

Pemerintahan Habibie

Presiden Habibie dengan segeranya membentuk sebuah kabinet, dengan salah satu tugas yang utamanya merupakan pemerolehan dukungan daripada Tabung Kewangan Antarbangsa dan komuniti negara-negara penderma untuk rancangan pemulihan ekonominya. Beliau juga membebaskan para tahanan politik dan melonggarkan kawalan terhadap kebebasan bercakap dan kegiatan pertubuhan.

Pemerintahan Abdurrahman Wahid

Pilihan raya umum untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Jun 1999, dengan Parti PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati Sukarnoputri, anak perempuan Sukarno, muncul sebagai pemenang dalam pilihan raya parlimen dengan mendapatkan 34% daripada seluruh undi; Golkar (parti Suharto yang sebelumnya selalu merupakan pemenang dalam pilihan-pilihan raya) memperoleh 22%; Parti Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Parti Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai Naib Presiden untuk tempoh lima tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan rombakan kabinetnya pada Ogos 2000.

Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses pendemokrasian dan perkembangan ekonomi di bawah keadaan-keadaan yang menentang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antara kelompok-kelompok etnik dan antara agama-agama, khususnya di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan oleh rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang diakibatkan oleh para orang militan Timor Timur pro-Indonesia menimbulkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin menentang dasar-dasar Presiden Wahid menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
[sunting] Pemerintahan Megawati

Dalam Perhimpunan Agung MPR pertama pada bulan Ogos 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggungjawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan penunjuk perasaan menyerbu MPR dan mendesaknya agar meletakkan jawatan atas alasan keterlibatannya dalam skandal rasuah. Di bawah tekanan daripada MPR untuk memperbaiki pentadbiran dan penyelerasan dalam pemerintahannya, beliau mengumumkan keputusan yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada Megawati, naib presidennya. Megawati mengambil alih jawatan presiden tidak lama kemudian.
[sunting] Pemerintahan Yudhoyono

Pada tahun 2004, pilihan raya sehari yang terbesar di dunia diadakan, dengan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal penggalnya menghadapi pengalaman yang pahit seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Disember 2004 yang membinasakan sebahagian Aceh serta gempa bumi di Sumatera pada bulan Mac 2005.

Pada 17 Julai 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan untuk mengakhiri konflik yang berpanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.